Mengenali dan Mengelola Emosi

Hi Gvrls! Kita akan belajar mengenal emosi. Manusia mengenal emosi sejak bayi, di mana ia mengenal emosi dasar seperti bahagia, sedih, marah dan takut. Ragam emosi seseorang berkembang seiring berbagai peristiwa yang dialaminya. Sebagai remaja, emosi apa saja yang sudah kamu rasakan? Yuk kita kenali emosi kita.

Lucia Peppy Novianti, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Pemateri
Lucia Peppy Novianti, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Materi Dasar

45 menit

2 video

Tanya Jawab

Materi Dasar

45 menit

2 video

Tanya Jawab

Play Video

Durasi
14 menit

Ternyata ada banyak ragam emosi. Kita tidak bisa menghilangkan emosi tertentu karena manusia diciptakan untuk memiliki itu semua. Hal yang bisa kita lakukan adalah berlatih mengelola respon emosional yang buruk atau merugikan. Jadi bukan emosi yang kita jauhi, tapi reaksi emosi yang merugikan yang perlu diubah agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tubuh yang tidak biasa dikelola akan lebih mudah melahirkan situasi emosi yang merugikan. Video berikut adalah tentang cara mengelola emosi.

Play Video

Durasi
10 menit

Tanya Jawab

Sebenarnya, menahan reaksi tubuh itu tidak sehat dan perlu kita dengarkan agar kita menyadariapa yang sedang kita alami. Emosi negatif itu ada dan bukan musuh kita. Jadi, tolong jangan menganggap emosi negatif itu seperti dosa. Emosi negatif adalah pemberian Tuhan. Ketika emosi negatif itu muncul, hal yang perlu dilakukan bukan menahan reaksi tubuh, tapi belajar mengelola emosinya agar reaksinya tidak merugikan atau membahayakan.

Salah satu teknik paling sederhana ketika tubuh bereaksi dan membuat tidak nyaman adalah mengambil nafas dan menatanya sampai nafas terasa lebih enak. Kurang lebih sekitar 30 detik mengatur nafas dan itu  akan membantu membuat tubuh sedikit lebih nyaman.

Yup. Ketika ada suatu emosi yang dirasakan, tubuh pasti akan bereaksi. Tergantung kita apakah kita biasa mengamati dan merasakan adanya reaksi atau tidak. Bisa dipelajari dan diamati kok.

Emosi bawaan itu sama saja dengan berbagai emosi yang lain. Hanya saja emosi bawaan itu berarti dominan dan sangat kental dimiliki. Tentu saja emosi bawaan tidak bisa hilang karena itu kita bawa dari lahir, namun bisa saja tidak muncul. Karena emosi itu pada dasarnya merupakan respon atas situasi yang sedang kita hadapi.

Pelampiasan emosi itu pada dasarnya berprinsip sama seperti bagaimana perilaku manusia terjadi. Perilaku manusia sendiri terbentuk dari apa yang sudah dimiliki (karakter atau sifat), ditambah dengan faktor lingkungan (pengalaman, belajar dari yang dilihat, dlsb). Nah, pelampiasan emosi juga demikian. Jadi bagaimana emosi dilampiaskan biasanya terkait juga dengan karakter atau sifatnya juga dengan bagaimana model lingkungan di sekitarnya.

Mengontrol emosi bawaan pada prinsipnya sama dengan mengontrol emosi lainnya. Jadi ketika ada situasi yang memicu gejolak emosi, lalu ada keinginan untuk meluapkannya secara berlebihan, bikin diri bisa punya JEDA dulu. Biasanya dengan tarik nafas (pikiran beralih ke nafas sehingga fokus ke emosi yang mau diledakkan akan dapat menurun). Lalu sesudah itu bisa lebih berpikir tenang dan jernih, baru kemudian menimbang-nimbang, apakah emosi itu perlu diledakkan atau dikeluarkan dengan cara apa yang nyaman. Ini proses yang perlu dipelajari ya sehingga akan membutuhkan waktu. Pelan-pelan pasti bisa. Yakin deh!

Baperan sebetulnya lebih pada respon atas emosi yang sedang dialami. Baper adalah semacam dampak dari suatu emosi (yang biasanya negatif) yang sedang dirasakan. Nanti coba di cek deh, ketika sepertinya sedang mengalami ‘baper’, situasi apa sih yang sedang dialami dan apa nama emosi itu? Jadi baperan itu sebetulnya terbawa pada situasi emosi yang sedang kita alami sehingga menurunkan energi dan motivasi kita.

Kalau sadar bahwa kita berada pada lingkaran kondisi itu, berpindahlah. Ini namanya pengaturan lingkungan untuk membentuk perilaku sehat  yang lebih baik. Cari tempat yang membuatmu lebih nyaman, lalu tenangkan diri dengan mengatur nafas. Nah nanti ketika pada kesempatan lain sedang dalam kondisi baik, belajarlah untuk mengelola emosi seperti di sesi kita ya.

Belajar untuk melihat hal secara objektif. Alat bantunya: ditulis. Mungkin terdengar klise atau ribet tapi ini sangat ampuh lho untuk membantu kita menjadi orang yang dapat lebih objektif. Ketika merasa ga enak, coba deh ditulis apa yang sebetulnya dirasakan lalu apa yang tidak mampu dikatakan. Tulislah di kertas lalu dibaca ulang.

Mendiamkan orang itu kadang-kadang baik juga dilakukan. Biasanya sikap mendiamkan dapat berarti ingin mengabaikan atau ingin mengambil jeda. Namun, perlu ditekankan bahwa ketika kita bersikap diam maka situasi tidak akan berubah, hanya akan menjadi lebih diam alias tidak berlanjut saja. Maka, perlu disadari nih bahwa kalau mau tetap bersikap diam, sebaiknya juga siap bahwa situasi akan dapat berulang lagi. Nah kalau berharap pola itu tidak dilakukan orang yang suka memberi omongan tidak menyenangkan tersebut, maka setelah diam kamu lanjutkan dengan menyampaikan pikiran dan perasaanmu tetang sikap dia, tentu dilakukan setelah kamu lebih tenang ya…

Pertama, pastikan caramu  tidak menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Berikutnya, keluarkan apa yang menjadi pergumulan sehingga membuatmu emosi dan jangan justru memendam. Ambil jeda atau nafas dulu sehingga tekanan atau ketegangan akibat rasa marah bisa lebih turun atau terkontrol. Sesudah lebih tenang dan jika kamu mampu,  sampaikan kemarahanmu itu kepada pihak yang menjadi sumbernya. Bila masih belum mampu, maka bisa saja dikeluarkan dengan bentuk tidak langsung seperti menulis di kertas atau media lain atau menyampaikan kemarahan dengan benda yang dianggap seperti orang penyebab kemarahan. Poinnya adalah rasa kemarahan tersampaikan namun dengan cara yang tidak berisiko menyakiti diri sendiri maupun orang lain, sehingga akan lebih sehat.

Memberi ruang untuk bersedih sampai menangis itu perlu, tapi hanya sebentar. Masukkan konsep dalam pikiran bahwa aku menangis karena ingin melampiaskan saja sehingga akan aku batasi. Ini namanya afirmasi positif. Ungkapkan itu dalam hatimu berulang kali sehingga akan masuk ke sistem bawah sadar. Lalu, berlatihlah untuk melakukan aktivitas lebih produktif sebagai tekad untuk menjadi lebih baik atas situasi yang ditangisi itu. Tulislah di kertas sehingga ada stimulasi untuk aktivitas otakmu, jangan cuma ngawang sehingga terasa sangat abstrak. Dengan menuliskan sebetulnya juga berproses untuk mengurai kesedihan.

Kebayang deh, kalau lagi capek enaknya rebahan tanpa diganggu orang lain. Untuk mengelolanya kamu harus tahu dulu kira-kira kegiatan apa yang nantinya bikin kamu capek banget. Lalu kamu bisa memikirkan hal apa yang bisa mengembalikan moodmu secara cepat saat kamu lagi capek.

Selain itu, kalau kamu lagi capek, kamu bisa banget bilang kondisi kamu gimana. Misalnya nih kamu habis pulang dari lomba pramuka, sampai di rumah Ibu kamu udah heboh banget tanya-tanya, padahal kamu capek bgt . “Bu, boleh nggak aku cerita soal lombanya nanti setelah aku mandi? Kalau sekarang ini aku lagi capek banget”. Nanti setelah mandi aku ceritain semua sambil kita ngeteh yaa”. Dengan catatan kamu bilangnya sambil senyum yaa, jangan ngegas apalagi melotot. Selamat mencoba!

tulnya kita merasakan emosi negatif itu nggak apa-apa. Jangan dipaksa kita nggak punya emosi negatif padahal kita sedang merasakannya. Kalau kita dikhianati, lalu sakit hati, merasa sedih dan marah itu wajar. Hal yang perlu dilakukan adalah mengupayakan bagaimana agar saat merasa marah atau sedih itu tidak menangis berlebihan, tidak ngamuk, tidak merusak barang-barang apalagi menyakiti diri sendiri. Emosi negatif itu diberikan oleh Tuhan jadi memang kita akan pasti pernah mengalaminya.

Belajar menerima bahwa It’s oke to be not oke. Bahwa setiap manusia itu punya pengalaman buruk, punya perilaku buruk, punya situasi buruk. Namanya manusia ya mesti pernah bersalah, pernah bersikap tolol dan memalukan. Lalu setelah menyadarkan diri akan hal tersebut langsung pikiran diajak untuk membuat suatu tekad baru. Oke, dulu aku pernah menjadi pribadi yang buruk maka sekarang aku berniat untuk tidak mengulangi atau jatuh pada perilaku yang sama. maka aku akan….. Ini adalah proses mengkontrol pikiran. Namun kuncinya adalah berlatih. Pada awal-awal pasti berat. Banyak yang gagal. Tapi dengan terus berlatih maka akan dapat lebih mengatasi situasi ini bahwa bisa meminimalkan siklus ini dialami pikiran kita lagi.

Mengungkapkan itu maksudnya yang bagaimana ya? Agak sulit ya beriinteraksi? Poinnya adalah mengetahui penyebab emosi itu dan langkah untuk bisa mengelola emosi. Jadi kalau kita tahu emosi yang kita rasakan, lalu kita juga bisa mengenali situasi apa yang menjadi penyebab maka kita akan dapat menandai penyebab dari emosi tertentu. Di waktu lain, kita bisa mengantisipasi ketika berada pada situasi tertentu maka akan menyebabkan emosi apa lalu bagaimana kita menyiapkan diri atau merespon secara lebih tepat atau menghindari respon berlebihan yang pernah kita lakukan.

Jadilah pendengar yang baik. Tidak menghakimi, tidak menasihati dan menjadi teman yang mau mendengarkan juga memberi ruang bagi orang itu. Bila emosinya sedang meledak, ajak dia untuk mengatur nafasnya. Setelah nafasnya lebih terkontrol (artinya ketegangan sudah lebih menurun) lalu coba minta dia untuk berbagi beban denganmu. Kamu tidak perlu menjadi penasihatnya ya tapi cukuplah jadi pendengarnya yang baik.

Pertama, siapkan dirimu dulu. Jaga diri supaya jangan ikut terbawa emosinya. Lalu, ketika teman tersebut sedang emosi (maksudnya melampiaskan emosinya) jadilah pendengar dulu, jangan buru-buru memberi nasihat. Nah, nanti ketika dia sudah lebih tenang, kamu ‘cerminkan’ sikap atau perilakunya yang kurang pas ketika sedang emosi tadi. Tunjukkan perilaku konkret yang kamu lihat dan dapat dilihat semua orang. Misalnya kamu nadanya tinggi lalu kata-kata kasar sehingga bla…bla…bla. Mengingatkan orang yang mudah tersulut sangat perlu menghindari menyatakan pendapat kita bila maksudnya mengingatkan atau memberi masukkan. Perlu sesuatu yang lebih konkret dan terlihat oleh semua pihak. Selamat mencoba!

Memang benar salah satu indikator kedewasaan adalah mengontrol emosi. Namun indikator kedewasaan itu bukan hanya sekedar mengontrol emosi. Tapi bagaimana kita mengenali dan mengatur emosi tersebut. Aku yang sudah lebih tua dari kamu saja kadang masih suka kelepasan kok. Jadi tingkat kedewasaan seseorang itu bukan untuk dilombakan, “Ohh karena udah bisa kontrol emosi, jadi aku lebih dewasa dari kamu”, bukan begitu yaa.  Seiring berjalannya waktu dan pengalaman kedewasaan kita akan semakin terbentuk kok. Nahh makanya dari sekarang kita harus latihan untuk mengenali, mengatur, dan mengontrol emosi yaa biar nanti kalau kamu sdh dewasa secara usia kamu bisa jd lebih bijak.

Materi Selanjutnya

Adaptasi dan Komunikasi

Hi Gvrls! Setelah mengenali emosi dan cara mengelolanya, kita masuk pada bagaimana remaja dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi pada lingkungan sekitar dan perubahan yang terjadi.